Senin, 23 Mei 2011

Makalah Mengenai Hukum Tentang Asuransi

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

“HUKUM TENTANG ASURANSI”


KELOMPOK 1 :
Ariesta Rimadani - 21209182
Bening Amrullah - 26209543
Lasma Martha - 20209720
Lismuba Indriani - 21209600
Reihard Arnold - 21209767
Susi Dwi Rahayu - 22209564
Xsa Nency Ellicia - 26209711
Yeddian Afriyany - 21209518

2EB13


PROGRAM SARJANA S1 - EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011


HUKUM TENTANG ASURANSI
Sejarah Asuransi Di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.
Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :
1. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.
2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi.
Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya perusahaan-perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris


Pengertian Asuransi
Definsi-definisi tersebut antara lain :
Definisi asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia :
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dalam asuransi terkandung 4 unsur, yaitu :
• Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur.
• Pihak penanggung (insure) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu.
• Suatu peristiwa (accident) yang tak terntentu (tidak diketahui sebelumnya).
• Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena peristiwa yang tak tertentu.
Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack :
“Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green :
“Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu”.
Definisi asuransi menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu :
• ”Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung”.
• ”Asuransi adalah suatu persetujuan dengan dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas kiranya mengenai definisi asuransi yang dapat mencakup semua sudut pandang : “Asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian, dengan cara manggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara proposional oleh semua pihak dalam gabungan itu”.
Fungsi Asuransi :
• Transfer Resiko
Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
• Kumpulan Dana
Premi yang diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi sebagai dana untuk membayar resiko yang terjadi.
Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.
Pada hakekatnya asuransi adalah suatu perjanjian antara nasabah asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung) mengenai pengalihan resiko dari nasabah kepada perusahaan asuransi.
Resiko yang dialihkan meliputi: kemungkinan kerugian material yang dapat dinilai dengan uang yang dialami nasabah, sebagai akibat terjadinya suatu peristiwa yang mungkin/belum pasti akan terjadi (Uncertainty of Occurrence & Uncertainty of Loss). Misalnya :
1. Resiko terbakarnya bangunan dan/atau Harta Benda di dalamnya sebagai akibat sambaran petir, kelalaian manusia, arus pendek.
2. Resiko kerusakan mobil karena kecelakaan lalu lintas, kehilangan karena pencurian.
3. Meninggal atau cedera akibat kecelakaan, sakit.
4. Banjir, Angin topan, badai, Gempa bumi, Tsunami.
Setiap asuransi pasti bermanfaat, yang secara umum manfaatnya adalah :
1. Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
3. Transfer Resiko, dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
4. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
5. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
6. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
7. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha.
Landasan Hukum
Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
4. KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
5. KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
6. KMK No.423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
Definisi Lain Asuransi
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengambil alih suatu risiko dari pihak tertanggung. Pengalihan risiko tersebut meliputi kemungkinan kerugian material dialami tertanggung akibat suatu peristiwa yang mungkin atau belum pasti akan terjadi.
Perjanjian asuransi adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh tertanggung kepada penanggung sebagai jasa pengalihan risiko tersebut, serta besarnya dana yang bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administratif dan keuntungan.
Objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi bisa berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lain yang mungkin hilang, rusak, atau berkurang nilainya.
Dengan kata lain, unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi meliputi hal-hal berikut :
1. Subjek hukum, yaitu pihak penanggung dan tertanggung.
2. Substansi hukum berupa mengalihan risiko.
3. Objek pertanggungan, berupa benda atau kepentingan yang melekat padanya yang bisa dinilai dengan uang.
4. Adanya peristiwa tidak tentu yang mungkin terjadi.
Sebuah perjanjian asuransi dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang saling mengikatkan diri.
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Adanya hal tertentu yang menjadi sebab yang halal.
Premi dan Polis
Dalam hukum asuransi, dikenal kata premi dan polis.
Premi adalah suatu prestasi yang diberikan oleh tertanggung kepada penanggung atas jasanya mengambil alih risiko. Premi adalah kewajiban pokok yang harus dipenuhi oleh tertanggung dan bisa dianggap sebagai imbalan atas jasa penanggung.
Perjanjian pengalihan risiko dalam hukum asuransi harus dibuat secara tertulis dalam sebuah akta tertentu yang menjelaskan tentang unsur-unsur perjanjian tersebut. Akta ini disebut polis dan digunakan sebagai alat bukti perjanjian pertanggungan. Dalam hukum asuransi, polis dibuat oleh pihak tertanggung.
Risiko dan Evenement
Risiko yang dialihkan dari tertanggung kepada penanggung, dalam arti asuransi adalah berupa kemungkinan terjadinya kerugian, serta batalnya sebagian atau keseluruhan keuntungan yang diharapkan, yang diakibatkan oleh suatu kejadian luar biasa yang tidak terprediksi, di luar kekuasaan manusia.
Peristiwa tidak terduga itu disebut evenement, sebuah peristiwa tidak terduga yang menurut pengalaman normal tidak bisa dipastikan akan terjadi. Kalaupun peristiwa tersebut bisa dipastikan terjadi, kematian misalnya : waktunya tidak bisa dipastikan. Peristiwa tersebut juga berupa sesuatu yang tidak diharapkan terjadi. Jika terjadi, akan menimbulkan kerugian atau membatalkan keuntungan. Dalam menghitung risiko yang ditanggungkan, perusahaan asuransi menerapkan ilmu aktuaria yang menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas.
Prinsip Dasar Asuransi
Dalam dunia asuransi ada 6 macam prinsip dasar yang harus dipenuhi, yaitu :
• Insurable interest
Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.
• Utmost good faith
Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya adalah si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat/kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas obyek atau kepentingan yang dipertanggungkan.
• Proximate cause
Suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.
• Indemnity
Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD pasal 252, 253 dan dipertegas dalam pasal 278).
• Subrogation
Pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.
• Contribution
Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.
Manfaat Asuransi
Berikut ini adalah beberapa manfaat asuransi :
1. Jaminan perlindungan atas risiko kerugian tidak terduga.
2. Efisiensi dalam pengamanan dan pengawasan terhadap suatu barang atau objek.
3. Biaya premi relatif kecil untuk menghindari suatu potensi risiko yang tidak terduga.
4. Berdampak pada pemerataan biaya, dari sesuatu yang tak terprediksi menjadi biaya yang jumlahnya tertentu.
5. Dalam kaitannya dengan hubungan bisnis, asuransi yang dimiliki pihak tertanggung memberi kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menjalin hubungan bisnis, misalnya peminjaman uang, kredit, sewa beli, dan sebagainya.
6. Untuk asuransi jiwa, premi bisa dinilai sebagai tabungan karena jumlah yang dibayar tertanggung akan dikembalikan oleh perusahaan asuransi dalam jumlah yang lebih besar.
Kasus Asuransi dan Cara Penyelesaiannya
PENYELESAIAN KLAIM ASURANSI CONTRACTORA ALL RISK
(STUDI KASUS PADA PT.ASURANSI WAHANA TATA TERHADAP PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN KEBON AGUNG SLEMAN YOGYAKARTA)
Setahun yang lalu pernah terjadi sebuah kasus dalam penyelesaian klaim asuransi oleh perusahaan konstruksi atas proyek pembangunan jembatan Kebon Agung yang menghubungkan wilayah Kabupaten Sleman dengan wilayah Kabupaten Kulon Progo di Yogyakarta. Klaim tersebut didasari beberapa kali peristiwa yang tidak terduga yang terjadi dalam pengerjaan proyek tersebut. Pertama, peristiwa terjadi pada bulan November 2007, pada saat melaksanakan gelagar bentangan, setelah pemasangan, selang waktu kurang lebih 17 jam, satu buah bentangan jatuh, dan satu buah girder yang telah terpasang jatuh dan menyebabkan pecah sehingga timbul kerugian material. Pada kasus pertama ini pelaksana konstruksi PT Hutama Karya terlambat membayar premi, seharusnya klaim yang diajukan ditolak oleh PT. Asuransi Wahana Tata. Namun, dengan pertimbangan adanya hubungan baik antara pihak pelaksana konstruksi dengan pihak PT.Asuransi Wahana Tata, maka klaim tetap dapat diajukan dan memperoleh ganti rugi meskipun dalam jumlah yang tidak semestinya. Hubungan baik ini dalam istilah asuransi dinamakan Ex Gratia. Hal ini dilakukan atas dasar kesepakatan oleh kedua belah pihak. Kedua, tidak lama berselang peristiwa berikutnya terjadi terjadi pada bulan Desember 2007, ketika itu sedang musim hujan sehingga menyebabkan Kali Progo tempat proyek tersebut banjir dan meluap hingga 3 meter. Kondisi ini, menyebabkan pasangan batu dan beton bertulang runtuh dan lima buah girder retak. Klaim dapat dilaksanakan secara normal (sesuai pertanggungan), karena semua prosedur telah dipenuhi sesuai persyaratan. Sehingga, pelaksana konstruksi mendapatkan ganti rugi sesuai dengan jumlah yang tercantum di dalam polis.
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI PADA POLIS ASURANSI YANG MENCANTUMKAN KLAUSULA ARBITRASE
(STUDI KASUS PADA POLIS PT ASURANSI HANJIN KORINDO DAN POLIS PT ASURANSU JAYA PROTRKSI)
Secara garis besar substansi dari polis asuransi terdiri dari uraian mengenai obyek yang dijamin, nama dan alamat penanggung dan tertanggung, jangka waktu berlakunya polis, risiko atau bahaya yang dijamin dan dikecualikan, syarat-syarat atau ketentuan umum dan yang terakhir adalah cara penyelesaian sengketa atau perselisihan apabila terjadi klaim yang biasanya disebut klausula arbitrase atau penyelesaian sengketa. Klausula arbitrase dalam polis asuransi memuat ketentuan apabila terjadi sengketa antara penanggung dan tertanggung maka para pihak sepakat untuk mengupayakan penyelesaian secara musyawarah (amicable setllement), namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Semua polis asuransi yang dikeluarkan oleh AAUI memuat klausula penyelesaian sengketa melalui arbitrase, karena itu dalam penulisan ini akan dikaji lebih lanjut perihal pencantuman klausula arbitrase dalam polis asuransi dan kaitannya dengan proses penyelesaian sengketa asuransi yang ditempuh oleh para pihak. Penulisan ini akan membahas dua polis asuransi yang sama-sama mencantumkan klausula arbitrase dan proses penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh penanggung dan tertanggung. Kedua polis yang dibahas yakni polis PT Asuransi Hanjin Korindo dan PT Asuransi Jaya Proteksi memiliki klausula arbitrase yang sama dan juga sengketa yang sama yakni masalah liability akan tetapi terdapat inkonsistensi dalam pemberian putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara terkait kedua perkara tersebut .Inkonsitensi yang terdapat dalam kedua putusan tersebut dapat terjadi karena substansi klausula arbitrase dalam polis yang kurang jelas dan menyebabkan multi penafsiran, dimana pilihan penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase ditetapkan apabila terjadi sengketa terkait perbedaan jumlah yang harus dibayarkan berdasarkan polis, sedangkan tidak ada ketentuan lain yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa terkait polis apabila menyangkut liability.
KASUS BAKRIE LIFE DAN INOVASI PRODUK ASURANSI HIBRIDA
Perusahaan industri jasa keuangan di Indonesia, termasuk perusahaan asuransi, saat ini mulai banyak yang melakukan terobosan pemasaran dengan menciptakan produk hibrida atau produk campuran, misalnya produk perbankan (deposito) digabung dengan produk asuransi jiwa. Produk hibrida ini diharapkan dapat mendatangkan manfaat ganda bagi nasabah yaitu mendapatkan bunga deposito sekaligus proteksi asuransi jiwa.
Perbankan di Indonesia memang belum ada yang menjadi universal banking di mana produk-produknya merupakan produk hibrida antara produk bank dan lembaga keuangan lain. Bank di Indonesia mayoritas masih berupa bank komersial (commercial banking) dan jika pun terdapat produk hibrida, jumlahnya masih sedikit dibandingkan dana di sektor perbankan. Sementara universal banking, yang banyak terdapat di Eropa dan juga di Jepang, membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti investment banking dan asuransi. (Wulan Tunjung Palupi, 2009).
Di samping munculnya fenomena produk hibrida di sektor jasa keuangan, saat ini juga banyak dijumpai pola keterkaitan antar lembaga keuangan dalam bentuk kerjasama pemasaran produk keuangan. Produk investasi reksadana dan obligasi, selain ditawarkan di pasar modal, juga ditawarkan melalui perbankan. Dalam kasus semacam ini, perbankan hanya berperan sebagai agen penjual yang tidak ikut menanggung risiko kerugian. Pola kerjasama semacam ini tetap membutuhkan pengawasan agar tidak terjadi penyelewengan seperti pada kasus Bank Century dan Antaboga Sekuritas. Koordinasi pengawasan yang baik antara Bank Indonesia dengan Bapepam-LK sangat dibutuhkan untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap produk jasa keuangan. Kecenderungan munculnya produk hibrida dan semangat kerjasama di antara perusahaan jasa keuangan tampaknya akan semakin meningkat di masa mendatang, sehingga hal tersebut memunculkan wacana tentang perlunya membentuk lembaga pengawas sektor keuangan yang bersifat superbody, independen, dan terintegrasi.

Kecenderungan munculnya produk hibrida di sektor jasa keuangan di Indonesia sebenarnya lebih banyak mengikuti tren yang ada di negara maju. Fenomena semacam ini dapat berdampak positif atau negatif tergantung cara kita menyikapinya. Penerbitan produk hibrida di sektor jasa keuangan, jika dikelola dengan baik dan benar, dapat meningkatkan gairah dan partisipasi masyarakat secara signifikan untuk membeli produk-produk jasa keuangan. Di lain pihak, jika tidak diiringi dengan pengawasan yang memadai, akan dapat memunculkan dampak negatif seperti yang terjadi dalam kasus Bank Century dan Antaboga Sekuritas, serta kasus gagal bayar yang menimpa PT Asuransi Jiwa Bakrie atau yang dikenal sebagai Kasus Bakrie Life.

Kasus Bakrie Life bermula dari penjualan produk asuransi unit-link Diamond Investa yang merupakan produk hibrida antara asuransi jiwa dengan investasi pasar modal (umumnya reksadana). Banyak nasabah yang tergiur dengan tawaran ini karena produk Diamond Investa menawarkan imbal hasil 1,5 persen di atas bunga deposito per tahun plus manfaat proteksi asuransi jiwa. Sayang pemasaran produk asuransi unit-link ini kemudian bermasalah karena PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) diduga gagal membayar imbal hasil beserta pokok dana nasabah dengan nilai total mendekati Rp 400 miliar. Hal tersebut ditengarai disebabkan adanya penyelewengan penempatan portofolio yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Bakrie Life dianggap melampaui batas dalam berinvestasi karena terlalu banyak menempatkan portofolio reksadana pada saham-saham perusahaan grup Bakrie, sehingga ketika harga saham perusahaan grup Bakrie berjatuhan akibat krisis global 2008 maka nilai portofolio Bakrie Life pun ikut terhempas. (Harian Sinar Harapan, 17 September 2009).
KETIADAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DANA NASABAH ASURANSI

Kasus Bakrie Life lebih sulit diselesaikan karena hingga kini belum ada perlindungan hukum terhadap dana nasabah asuransi. Nasabah asuransi sebagai pihak konsumen selama ini hanya dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen (UU 8/ 1999). Namun demikian, UU Perlindungan Konsumen tidak mengatur mekanisme penjaminan dan pengembalian dana nasabah jika terjadi kasus perusahaan asuransi bermasalah. Di samping itu, UU Perlindungan Konsumen lebih banyak berfokus pada pengaturan dan perlindungan hak-hak konsumen dan terlaksananya kewajiban produsen secara umum. Padahal, yang lebih dibutuhkan oleh nasabah asuransi adalah kepastian pengembalian dana mereka jika terjadi kasus kegagalan usaha yang menimpa perusahaan asuransi.
Pengamat ekonomi Yanuar Rizky, sebagaimana dikutip Harian Sinar Harapan (17 September 2009) mengatakan bahwa permasalahan konflik antara nasabah dengan Bakrie Life tidak bisa dilepaskan dari pengawasan Bapepam-LK yang lemah dan tidak serius. Bapepam-LK terkesan hanya cuci tangan sehingga melihat masalah ini hanya sebatas permasalahan kontrak pengelolaan dana antara nasabah yang dirugikan dengan Bakrie Life. Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, Isa Rachmatarwata, sebagaimana dikutip Harian Bisnis Indonesia (17 September 2009) juga meminta para nasabah yang dirugikan Bakrie Life untuk menyelesaikan persoalan tersebut berdasarkan kontrak yang berlaku, sebab dalam setiap kontrak asuransi biasanya disebutkan tentang bagaimana cara penyelesaian masalah jika terjadi sengketa. Isa Rachmatarwata juga menegaskan agar para nasabah harus siap menempuh cara penyelesaian sengketa sesuai dengan polis, sebab jika pihak regulator ikut mengintervensi malah tidak sesuai dengan kontrak.
Direktur eksekutif AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia), Stephen Juwono, sebagaimana dikutip Harian Bisnis Indonesia (17 September 2009) mengatakan bahwa kasus Bakrie Life merupakan masalah internal antara Bakrie Life dengan para nasabahnya. Jika nasabah mengetahui adanya penyimpangan investasi, maka mereka dapat membawa masalah tersebut ke jalur hukum. AAJI hanya berwenang memberi sanksi kepada para agen pemasaran produk asuransi yang dianggap menyimpang yaitu agen yang tidak terdaftar dan tidak punya lisensi.
Pernyataan pejabat Bapepam-LK dan pengurus AAJI tersebut di atas, walaupun secara normatif terasa logis, tetapi secara faktual cenderung merugikan pihak nasabah asuransi. Proses penyelesaian sengketa melalui jalur Arbitrase lebih sesuai diterapkan bagi pihak tertanggung yang bermodal besar, sedangkan penyelesaian melalui jalur Mediasi, misalnya melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia, juga tidak dapat menjamin pengembalian dana nasabah secara utuh. Di samping itu cara Arbitrase dan Mediasi lebih cocok diterapkan untuk kasus-kasus sengketa keperdataan yang hanya melibatkan dua pihak atau sedikit pihak. Kasus Bakrie Life yang melibatkan ratusan nasabah lebih sulit diselesaikan melalui jalur Mediasi atau Abitrase karena kedudukan para nasabah cenderung lemah sehingga perlu perlindungan hukum dari Negara.
Proses penyelesaian sengketa melalui jalur hukum via Pengadilan Negeri juga sangat memberatkan nasabah karena proses peradilan di Indonesia umumnya masih cenderung lebih berpihak kepada pemilik modal besar, prosesnya berbelit-belit, lama, tidak ada jaminan menang, dan kalau toh menang seringkali eksekusi putusannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Penyelesaian kasus Bakrie Life seharusnya lebih difokuskan pada upaya pengembalian dana milik nasabah, sedangkan proses hukumnya menjadi domain tugas Bapepam-LK. Jika dalam proses penyelidikan dan penyidikan Bapepam-LK menemukan indikasi tindak pidana, maka Bapepam-LK harus segera meneruskan kasus tersebut ke Kepolisian. Jika yang ditemukan hanyalah pelanggaran administratif, maka Bapepam-LK tidak perlu lapor ke Kepolisian tetapi cukup memberi sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Sanksi administratif terberat tentu saja adalah penutupan perusahaan melalui pencabutan ijin perusahaan.
Nasib nasabah bank jauh lebih baik dibandingkan nasib nasabah asuransi karena di perbankan sudah ada program penjaminan dana nasabah penyimpan melalui LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan) berdasarkan UU 24/ 2004. Bapepam-LK, menurut berita Koran Jakarta (21 September 2009) saat ini juga sedang merancang pembentukan lembaga penjaminan dana investor di pasar modal atau IPF (Investor Protection Fund) yang ditargetkan sudah terbentuk pada kuartal ke-2 tahun 2010. Dalam kajian pembentukan IPF disebutkan bahwa sumber pendanaan IPF berasal dari kontribusi investor melalui biaya transaksi investor (levy), perusahaan efek, self regulatory organization (SRO), dan Pemerintah. Pemerintah diharapkan ikut memberikan kontribusi karena selama ini investor di pasar modal juga memberikan kontribusi bagi pemasukan negara lewat pajak. Setiap transaksi saham di pasar modal akan dikenakan pajak 0,1 persen dari total nilai transaksi.
Program penjaminan harus diarahkan guna melindungi dana nasabah asuransi agar tingkat kepercayaan masyarakat tetap tinggi. Lembaga penjaminan dana nasabah asuransi, sebagaimana LPS, juga harus diberi peran sebagai lembaga penyelamat dan/atau likuidator perusahaan asuransi bermasalah. Dengan tambahan peran sebagai penyelamat dan likuidator tersebut, maka lembaga penjaminan ini dapat lebih mudah memberi kepastian pengembalian dana nasabah asuransi. Pendanaan lembaga penjaminan ini dapat berasal dari sumbangan Pemerintah, serta premi yang dikutip dari perusahaan asuransi dan nasabah asuransi. Mekanisme kerja lembaga ini mirip dengan perusahaan re-asuransi. Bedanya, kalau perusahaan re-asuransi berfungsi melindungi perusahaan asuransi, maka lembaga penjaminan berfungsi melindungi nasabah asuransi.
Kasus Bakrie Life mirip dengan praktek pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) di perbankan. Bedanya, pelanggaran BMPK diatur jelas dalam UU Perbankan (UU 7/ 1992 juncto UU 10/ 1998), sedangkan pelanggaran sejenis belum diatur dalam UU 2/ 1992 tentang Usaha Perasuransian. Banyaknya bank yang melanggar BMPK menjadi salah satu pemicu krisis ekonomi dan perbankan 1997/1998. Kasus Bakrie Life jika tidak diselesaikan dengan baik kemungkinan besar akan berdampak negatif terhadap citra industri asuransi di mata masyarakat. Masyarakat sebagai calon nasabah asuransi akan khawatir membeli produk asuransi, khususnya asuransi unit-link. Padahal, industri jasa asuransi sebagaimana industri jasa keuangan lainnya, sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat, karena industri jasa ini hidup dari usaha penghimpunan dan penyaluran dana-dana milik masyarakat.
KELEMAHAN DAN PENGAWASAN SERTA PENINDAKAN OLEH BAPEPAM -LK
Mencuatnya kasus gagal bayar nasabah Bakrie Life, menurut Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, disebabkan oleh gabungan berbagai faktor seperti ketidakcermatan manajemen, kemungkinan terjadinya praktek pelanggaran usaha, kondisi ekonomi, dan penanganan saat krisis yang tidak tepat. Jika Bapepam-LK memang mengetahui penyebab kasus Bakrie Life, maka timbul pertanyaan mengapa Bapepam-LK selaku regulator dan pengawas tidak berhasil mencegah munculnya kasus Bakrie Life. Bahkan, ketika kasus Bakrie Life benar-benar muncul ke permukaan, Bapepam-LK terkesan hanya mau menyerahkan penyelesaian kasus tersebut kepada Bakrie Life dan para nasabahnya. Para nasabah diminta menyelesaikan permasalahan sesuai polis, dan bila menemukan indikasi tindak pidana para nasabah disarankan melapor ke Kepolisian.
Kasus Bakrie Life, dan juga kasus Antaboga Sekuritas, adalah contoh betapa lemahnya aspek pengawasan dan penindakan yang seharusnya dilakukan Bapepam-LK. Sebagai otoritas pasar modal dan lembaga keuangan non-bank, Bapepam-LK berfungsi sebagai regulator dan pengawas yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Pemeriksaan atau penyelidikan oleh Bapepam diatur dalam Pasal 100, sedangkan wewenang penyidikan diatur dalam Pasal 101 UU 8/ 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 101 Ayat (2) UU 8/ 1995 menyatakan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Namun demikian, aturan UU 8/ 1995 ini mengandung kelemahan karena tidak mencantumkan wewenang Bapepam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap lembaga keuangan non-bank selain pasar modal.
Keberadaan Penyidik PNS disamping Penyidik Kepolisian telah diatur dalam UU 8/ 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 angka 1, dan Pasal 6 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Penyidik dapat berasal dari pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan “Penyidikan”, sesuai Pasal 1 angka 2 UU 8/ 1981, adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan menemukan tersangkanya.
Pasal 7 Ayat (2) UU 8/ 1981 menyatakan bahwa Penyidik PNS mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing, dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Kepolisian. Berdasarkan ketentuan ini, maka Penyidik PNS yang telah menemukan bukti awal adanya tindak pidana tertentu, harus segera melimpahkan kasus tersebut kepada Penyidik Kepolisian. Penyidik Kepolisian selanjutnya memproses lebih lanjut kasus tersebut dan kemudian melimpahkannya kepada Kejaksaan selaku Penuntut Umum.
Berdasarkan fakta yuridis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penanganan kasus Bakrie Life, Bapepam-LK terbukti belum bekerja secara maksimal karena tidak melaksanakan penyidikan dengan benar. Jika tugas penyidikan tersebut dilakukan dengan benar dan berhasil menemukan indikasi pelanggaran pidana, maka Bapepam-LK seharusnya wajib meneruskan kasus tersebut ke Kepolisian dan bukannya malah menyerahkan tugas tersebut kepada para nasabah Bakrie Life. Hal serupa juga terjadi dalam kasus Bank Century dimana Bank Indonesia tidak berani melakukan penindakan terhadap pemilik Bank Century yang terbukti melakukan pelanggaran pidana berupa penerbitan L/C fiktif senilai Rp 1,8 triliun. Ketidaktegasan Bank Indonesia membuat kasus Bank Century bertambah besar sehingga biaya penyelamatan yang harus ditanggung LPS mencapai Rp 6,7 triliun. Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan bank sering digunakan sebagai dalil untuk menutupi ketakutan dan kelemahan tersebut.
Kelemahan penindakan hukum sudah lama menjadi budaya hukum di Indonesia, sehingga bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang hanya pandai membuat undang-undang atau peraturan tetapi lemah dalam implimentasi dan penegakan hukumnya. Penegakan hukum di masa Reformasi hingga saat ini masih banyak diwarnai oleh budaya hukum warisan Orde Baru yang bernuansa korupsi-kolusi-nepotisme serta lebih cenderung membela kepentingan elit penguasa dan pemilik modal besar. Prof. Satjipto Rahardjo SH dalam Bernard L. Tanya et.al. (2006) bahkan menyatakan penegakan hukum di masa transisi pasca Orde Baru tidak hanya dijalankan seperti rutinitas belaka (business as usual) tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan (business-like). Di masa kini, menurut Prof. Satjipto Rahardjo SH (2007) penegakan hukum memerlukan kualitas progresif. Kita membutuhkan penegak hukum yang berkualitas di atas rata-rata. Undang-undang hanya berbicara abstrak dan datar, baru di tangan penegak hukum itulah kekuatan hukum bisa diuji kemampuannya. Penggunaan diskresi yang bertanggung jawab juga diperlukan guna mengatasi kebuntuan dalam penegakan hukum. Guna mengatasi hambatan penegakan hukum di sektor keuangan, Pemerintah dan DPR perlu membentuk lembaga pengawas independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lambat 31 Desember 2010 sebagaimana amanat Pasal 34 UU Bank Indonesia (UU 23/ 1999 juncto UU 3/ 2004). Pembentukan OJK akan mengambil alih fungsi pengawasan yang selama ini dijalankan BI dan Bapepam-LK.
KELEMAHAN ATURAN HUKUM DAN PENTINGNYA REFORMASI HUKUM ASURANSI
Kasus Bakrie Life juga memunculkan fakta adanya kelemahan dalam aturan hukum di bidang asuransi. Hal ini disebabkan UU 2/ 1992 tentang Usaha Perasuransian yang dibentuk pada masa Orde Baru belum pernah direvisi hingga saat ini, padahal UU Bank Indonesia dan UU Perbankan telah direvisi beberapa kali mengikuti perkembangan sosial-ekonomi-politik yang begitu cepat di era Reformasi.
Pada saat pengajuan RUU bidang Keuangan pada tahun 2003, Pemerintah telah menyertakan RUU Otoritas Jasa Keuangan dan RUU untuk mengamandemen undang-undang bidang jasa finansial, seperti pasar modal, asuransi, dan dana pensiun. Tetapi, yang lolos menjadi UU hanya amandemen UU BI, yaitu UU Nomor 3 Tahun 2004 dan yang lainnya sampai kini masih menyangkut di DPR. Dari segi infrastruktur, Pemerintah telah menyiapkan diri dengan memerger Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dengan Direktorat Lembaga Keuangan (DJLK) menjadi Bapepam-LK berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.(Rijanta Triwahjana, 2008).
Kelemahan aturan dalam UU 2/ 1992 meliputi 4 (empat) hal sebagai berikut :
a) UU 2/ 1992 belum mencantumkan secara jelas peran Bapepam-LK sebagai otoritas regulator dan pengawas perusahaan asuransi di bawah kendali Menteri Keuangan.
b) UU 2/ 1992 belum mengatur tentang pemasaran produk-produk asuransi hibrida.
c) UU 2/ 1992 belum mengatur pembentukan lembaga penjamin dana nasabah asuransi.
d) UU 2/ 1992 belum mengatur peran lembaga penjamin dana nasabah asuransi dalam upaya penyelamatan maupun kepailitan/ likuidasi perusahaan asuransi.
Kelemahan pertama dapat diatasi dengan membuat UU tentang Bapepam-LK sehingga kedudukan Bapepam-LK lebih independen (tidak lagi di bawah Menteri Keuangan) sehingga kedudukannya setara dengan Bank Indonesia. DiAmerika Serikat, lembaga pengawas pasar modal dan pengawas perusahaan asuransi berdiri sendiri-sendiri dan berstatus independen karena tidak bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan. Kelemahan pertama ini juga dapat diatasi melalui pembentukan lembaga superbody seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang independen dan bertugas mengawasi seluruh perusahaan di sektor jasa keuangan.. Pola pengawasan model OJK mirip dengan pola pengawasan yang diterapkan di Inggris.
Menurut Wulan Tunjung Palupi (2009) terdapat dua aliran pemikiran dalam bidang pengawasan sektor keuangan. Yang pertama menganut prinsip bahwa supervisi berbagai institusi keuangan dilakukan oleh beberapan lembaga yang terpisah. Yang kedua berprinsip seluruh pengawasan sektor keuangan harus ada dalam satu badan besar. Di Inggris, industri keuangan diawasai oleh Financial Supervisory Authority (FSA). Sedangkan di Amerika Serikat, industri keuangan diawasi beberapa institusi terpisah yaitu : Securities and Exchange Commission (SEC), The Fed (Bank Sentral), Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), dan Options Clearing Corporation (OCC).
Kelemahan kedua dapat diatasi dengan merevisi UU 2/ 1992 dengan memasukkan aturan pemasaran produk asuransi hibrida serta ketentuan kerjasama pemasaran produk jasa keuangan. Ketentuan semacam ini diperlukan guna menjamin adanya kepastian dan perlindungan hukum, sehingga kegiatan tersebut tidak sampai merugikan nasabah asuransi seperti pada kasus Bakrie Life. Penempatan portofolio investasi dalam asuransi unit-link juga harus diatur dan dibatasi seperti halnya ketentuan BMPK di perbankan.
Kelemahan ketiga dan keempat dapat diatasi dengan membuat aturan pembentukan lembaga penjaminan dana nasabah asuransi, yaitu lembaga yang cara kerjanya mirip LPS. Pembentukan lembaga ini dapat diatur dalam bentuk UU tersendiri, atau dalam bentuk amandemen UU 2/ 1992 tentang Usaha Perasuransian. Seperti LPS, lembaga ini sebaiknya juga diberi peran sebagai penyelamat maupun likuidator perusahaan asuransi bermasalah. Jika Pemerintah dan DPR lebih memilih opsi pembentukan OJK, maka peran lembaga ini cukup sebatas melakukan usaha penjaminan dana nasabah asuransi.
Mengingat begitu kompleksnya reformasi hukum di bidang keuangan, maka Pemerintah dan DPR sudah seharusnya segera merevisi paket RUU bidang keuangan yang sudah tertunda sejak tahun 2003. Munculnya kasus Bakrie Life, kasus Antaboga Sekuritas, dan kasus sejenis lainnya, semestinya mulai menyadarkan Pemerintah dan DPR agar tidak hanya mereformasi perbankan dan bank sentral tetapi juga mereformasi lembaga keuangan non-bank khususnya pasar modal, asuransi, dan dana pensiun.
SIMAS ASURANSI KREDIT
Simas Penjaminan Kredit merupakan salah satu layanan jasa yang diberikan oleh SIMAS sebagai lembaga keuangan yang menjembatani Usaha Kecil dan Menengah (UKM) guna mendapatkan kemudahan memperoleh kredit dari Lembaga Keuangan Bank/ Non Bank lainnya


Manfaat simas Penjaminan Kredit
Manfaat yang dapat dinikmati pengguna simas penjaminan kredit :
1. Membantu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam rangka pemenuhan kekurangan persyaratan atas penyerahan barang jaminan yang ditetapkan oleh Lembaga Pembiayaan Keuangan baik Bank maupun Non Bank
2. Membantu Lembaga Keuangan Bank, Non Bank dan Badan Usaha Pemberi Kredit untuk mengalihkan sebagian risiko finansial atas kegagalan kewajiban pengembalian kredit oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Simas Penjaminan Kredit ini umumnya lebih diarahkan pada kegiatan pembiayaan untuk mendukung penyelesaian proyek-proyek jasa konstruksi baik yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah.
Keunggulan simas Penjaminan Kredit
Mengapa harus Penjaminan Kredit dari SIMAS ? Penjaminan Kredit dari SIMAS memiliki keunggulan antara lain :
1. Struktur permodalan SIMAS yang kuat
2. Memiliki keterkaitan produk (product link) dengan produk Financial Risk lainnya yang dimiliki SIMAS (one stop Financial Risk Services)
3. Memiliki fleksibilitas dalam mengantisipasi pasar melalui pengembangan produk Simas Penjaminan Kredit
Jenis kredit yang dapat dijamin oleh simas penjaminan produk :
1. Kredit dengan plafond per debitur di atas Rp. 500.000.000,-
2. Kredit dengan plafond per debitur di bawah Rp. 500.000.000,- dengan persyaratan baik jumlah debitur maupun manajemen pengelolaan dikategorikan massal (berkelompok)
Mekanisme Permintan simas Penjaminan Kredit
Permintaan Simas Penjaminan Kredit dilaksanakan secara kasus per kasus ke SIMAS dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
1. Profil Perusahaan calon debitur (Terjamin)
2. Copy/ Tembusan permohonan Kredit dari Terjamin kepada Lembaga Keuangan Bank atau Non Bank lainnya
3. Copy Neraca Keuangan, Laba/Rugi dan Cash Flow untuk 3 tahun terakhir
4. Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar Ganti Rugi (SPKMGR)
Kriteria umum usaha yang dapat dijamin oleh Simas Penjaminan Kredit :
1. Memiliki ijin usaha yang ditentukan oleh pihak yang berwenang
2. Tidak bertentangan dengan norma hukum yang berlaku
3. Tidak sedang dalam proses kepailitan atau telah dinyatakan pailit atau bubar demi hukum
4. Tidak memiliki tunggakan kredit yang digolongkan kualitas kredit yang diragukan
. SEJARAH BERDIRINYA PT ASURANSI SINAR MAS
PT Asuransi Sinar Mas merupakan perusahaan salah satu perusahaan asuransi terbesar dalam hal premi bruto di Indonesia. Kantor Pusat PT Asuransi Sinar Mas berlokasi di Jakarta Pusat. Seiring dengan perkembangan perusahaan, PT Asuransi Sinar Mas membuka banyak kantor cabang dan perwakilan secara simultan. Saat ini PT Asuransi Sinar Mas mempunyai 31 kantor cabang, 3 kantor agency dan 45 kantor perwakilan dengan 1.085 karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia.
PT Asuransi Sinar Mas didirikan di Jakarta dengan nama PT Asuransi Kerugian Sinar Mas Dipta pada tahun 1985. Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman, pada tahun 1991 nama perusahaan diganti menjadi PT Asuransi Sinar Mas. Berbagai produk asuransi umum disediakan bagi para nasabah. Dalam menjalankan perusahaan, PT Asuransi Sinar Mas didukung oleh perusahaan asuransi dan reasuransi internasional baik secara langsung maupun melalui broker reasuransi internasional yang mempunyai reputasi yang baik.
Memberikan kepuasan untuk semua nasabah merupakan faktor utama yang menjadi komitmen PT Asuransi Sinar Mas. Berbagai fasilitas dan kemudahan selalu dikembangkan dan disediakan bagi para nasabah, seperti fasilitas pelaporan klaim melalui telepon, email, website, fax ataupun sms. Dengan kerjasama tim yang baik dalam memberikan pelayanan kepada nasabah, PT Asuransi Sinar Mas mendapatkan penghargaan Service Quality Award 2007 dari majalah Marketing.Peranan dan dukungan yang baik dari pemegang saham, karyawan dan partner bisnis Perusahan juga sangat penting dalam keberhasilan PT Asuransi Sinar Mas.



DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com
http://eprints.undip.ac.id/8411/
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, 2006, “Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi”, Penerbit CV. Kita, Surabaya,
Satjipto Rahardjo, 2007, “Hukum Progresif di Zaman Edan”, Harian Kompas, Rabu, 27 Juni 2007.
Rijanta Triwahjana R, 2008, “Otoritas Jasa Keuangan”, Harian Republika, Senin, 4 Februari 2008, diakses dari situs www.republika.co.id tanggal 17 Agustus 2009.
Wulan Tunjung Palupi, 2009, “Otoritas Jasa Keuangan Berpacu dengan Waktu”, Harian Republika, Rabu, 10 Juni 2009, diakses dari www.republika.co.id 17 Agustus 2009.
Berita Koran, “Kisruh Bakrie Life Tanggung Jawab Bapepam-LK”, Harian Sinar Harapan, Kamis, 17 September 2009, diakses dari www.sinarharapan.co.id 19-9- 2009.
Berita Koran, “Investor Baru Belum ke Bapepam-LK : Nasabah Bakrie Life Diminta Selesaikan Sengketa Melalui Polis”, Harian Bisnis Indonesia, Kamis, 17 September 2009, diakses dari www.bisnis.com 19 September 2009.
Berita Koran, “Bapepam Siapkan Draf Penjaminan Investor”, Koran Jakarta, 10 September 2009, diakses dari www.koran-jakarta.com 21 September 2009.
Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1991 Tentang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.
http://citayustisia.blogspot.com/2009/09/normal-0-microsoftinternetexplorer4_28.html
http://www.sinarmas.co.id/layanan_produk/simas_kredit/simas_kredit.asp

Bersama Angin dan Cahayamu

Terselimut bayangnya dalam kalbuku
Ragaku yang rapuh
Kini mulai terbangun perlahan
Terdengar bisikan angin yang begitu kencang
Terdorong ragaku untuk menghampirinya

Fenomena luar biasa yang kini kulihat
Begitu tampak nyata dan menggetarkan raga
Angin itu berputar-putar mengelilingiku
Menghiasi awan membentuk kata cinta

Tampak cahaya muncul dari kejauhan
Cahaya yang bersinar terang namun tidak menyilaukan
Ia semakin mendekat lalu menghampiri
Tak kuasa diri ini untuk mengelaknya

Perpaduan antara angin dan cahaya yang begitu erat
Yang bersama-sama beriringan membentuk satu kata yang indah
Yang mampu menentramkan jiwa....
mendamaikan hati...
menghangatkan raga...

angin dan cahaya itu hilang seketika
lalu kau datang menghampiriku
untuk memberitahukan ku
bahwa kau lah sipemilik angin dan cahaya itu
yang sengaja kau buat
untuk menunjukkan padaku
bahwa kau mampu menyentuh dihatiku...

lalu kau menghadirkan angin dan cahaya itu datang kembali
kau berbisik di telingaku
untuk sekejap memejamkan mata

kau menggenggam tanganku dan mendekapku...
kau mengajakku terbang melayang diangkasa
berputar dan menarii...
lalu kau menyanyikan lagu cinta untukku

Lagu Acha-Irwansyah "Cinta"

Percayakah dirimu
Pada keindahan cinta
Yang membuat
jiwa ini
Merona jika ....
karena cinta ku ada di sini...
reff:
Terbanglah bersama diriku
Menuju langit biru
Teriakan kata cintamu
Sedasyat halilintar
Melayanglah bersama diriku
Melintasi samudra
Tarikanlah tarian cintamu seindah gelombang....

By: Xsa Nency Ellicia

Minggu, 22 Mei 2011

KEKAYAAN INTELEKTUAL

PENGANTAR
Hak atas kekayaan intelektual menjadi issue yang semakin menarik untuk dikaji karena perannya yang semakin menentukan terhadap laju percepatan pembangunan nasional, terutama dalam era globalisasi. Dalam hubungan ini era globalisasi dapat dianalisis dari dua karakteristik dominan. Pertama, era globalisasi ditandai dengan terbukanya secara luas hubungan antar bangsa dan antar negara yang didukung dengan transparansi dalam informasi. Dalam kondisi transparansi informasi yang sedemikian itu, maka kejadian atau penemuan di suatu belahan dunia akan dengan mudah diketahui dan segera tersebar ke belahan dunia lainnya. Hal ini membawa implikasi, bahwa pada saatnya segala bentuk upaya penjiplakan, pembajakan, dan sejenisnya tidak lagi mendapatkan tempat dan tergusur dari fenomena kehidupan bangsa-bangsa. Kedua, era globalisasi membuka peluang semua bangsa dan negara di dunia untuk dapat mengetahui potensi, kemampuan, dan kebutuhan masing-masing. Kendatipun tendensi yang mungkin terjadi dalam hubungan antar negara didasarkan pada upaya pemenuhan kepentingan secara timbal balik, namun justru negara yang memiliki kemampuan lebih akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Salah satu kemampuan penting suatu negara adalah kemampuan dalam penguasaan teknologi. Mengacu pada dua hal tersebut, upaya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual sudah saatnya menjadi perhatian, kepentingan, dan kepedulian semua pihak agar tercipta kondisi yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya kegiatan inovatif dan kreatif yang menjadi syarat batas dalam menumbuhkan kemampuan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi.
Kiranya sulit dipungkiri, bahwa tanpa penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi, pembangunan nasional tidak akan berjalan dengan laju kecepatan yang cukup untuk dapat menempatkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya. Disadari bahwa dalam sistematik penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi selalu diawali dan dibarengi dengan upaya alih teknologi. Pada tahap lanjut dari upaya alih teknologi, untuk mengejar ketinggalan dalam tingkat penguasaandan pengembangan teknologi diperlukan kegiatan yang bersifat kreatif dan inovatif agar memiliki kemampuan untuk menciptakan teknologi-teknologi baru.
Kaitan antara Hak Milik Intelektual, Teknologi, dan Industri dalam Pembangunan Nasional.
Hak atas kekayaan intelektual, teknologi, dan industri merupakan tiga wujud yang sangat kuat berinteraksi satu terhadap yang lain dalam proses pembentukan nilai tambah di segala aspek kehidupan dan penghidupan kita. Proses ini berjalan secara terus menerus saling berkait dan berkesinambungan. Tolok ukur keberhasilan proses pembentukan nilai tambah ini, ditandai dengan "pemanfaatan mesin-mesin, ketrampilan (pengetahuan) manusia, dan substansi lainnya; diintegrasikan sepenuhnya oleh teknologi, sehingga menghasilkan produk barang dan jasa yang bernilai jauh lebih tinggi dari nilai total dari material dan masukan-masukan lainnya. Konsep ini yang selanjutnya dikenal dengan konsep sinergi.
Penerapan, pengembangan, dan penguasan teknologi tidaklah mungkin dapat dicapai dengan baik, tanpa didukung dengan budaya kreatif dan inovatif dari sebagian terbesar masyarakat kita. Laju pertumbuhan Iptek yang terus meningkat dari waktu ke waktu, hanya memberikan peluang bagi masyarakat yang dinamik untuk dapat mengejar dan mengikuti perkembangan Iptek tersebut. Budaya kreatif dan inovatif merupakan ciri menonjol dan faktor menentukan dalam dinamika masyarakat untuk menerapkan, mengembangkan, dan menguasai teknologi. Bahwa penguasaan Iptek merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa, setidaknya telah dibuktikan oleh Jepang, Korea, dan beberapa negara lainnya. Mereka adalah negara-negara yang tidak memiliki kekayaan alam cukup, namun mampu mengatasi kekurangan sumber daya alamnya dengan penguasaan teknologi secara tepat. Usaha-usaha yang mereka lakukan adalah dengan meningkatkan kegiatan R & D untuk memperoleh teknologi terbaik dan kompetitif.
Kegiatan R & D dimungkinkan dapat menghasilkan pengembangan dan penguasaan teknologi terbaik dan kompetitif; bila didukung dengan budaya kreatif dan inovatif. Demikian juga halnya penerapan teknologi secara tepat dan kompetitif di dunia industripun membutuhkan dukungan budaya kreatif dan inovatif. Sedangkan budaya kreatif dan inovatif hanya akan tumbuh dan berkembang dengan subur dalam lingkungan masyarakat yang menghargai, menegakkan, dan melindungi hak atas kekayaan intelektual. Hal yang demikian itu, merupakan kaitan yang bersifat interaktif antara hak milik intelektual, teknologi, dan industri.
Kebijakan Penerapan, Pengembangan, dan Penguasaan Teknologi dalam Pembangunan Nasional.
Kebutuhan akan penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi tidak akan pernah lepas dari peri kehidupan dan penghidupan manusia dan masyarakat bangsa-bangsa. Hal ini ditopang kenyataan bahwa manusia selalu ingin perubahan kearah kemudahan dan kenyamanan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sementara kebutuhan manusia terus berubah dan meningkat sesuai dengan perkembangan lingkungan hidupnya, pada saat itu pulalah diperlukan jenis dan tingkat teknologi yang sesuai.
Know-how (ketrampilan) yang merupakan cara atau bentuk lain dari perwujudan teknologi dalam kehidupan manusia diartikan sebagai informasi teknik, data atau pengetahuan hasil dari pengalaman atau kecakapan yang dapat dipakai dalam praktek, khususnya di industri. Dalam konteks yang lebih luas mencakup pula informasi bisnis tertentu. Knowhow (ketrampilan) memungkinkan dilaksanakan atau diproduksinya penemuan yang dipatenkan. Dalam undang-undang paten disebut sebagai pelaksanaan penemuan yang dipatenkan. Sayangnya hal ini tidak selalu diungkap dalam dokumen paten yang disahkan oleh Pemerintah. Hal yang serupa terjadi pula pada paten sederhana (peti patent) dan desain produk industri atau hal-hal yang sebenarnya perlu diketahui untuk dapat menerapkan desain produk industri menurut pola yang sesuai bagi pembuat produk industri. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa selain paten, maka know-how untuk melaksanakan produksi hasil penemuan/ paten merupakan hal lain yang sangat penting diperhitungkan.
Berbicara masalah alih teknologi sesungguhnya merupakan kepentingan negara penerima dan pengalih secara timbal balik. Pihak penerima mengharapkan dapat menerapkan, mengembangkan, dan menguasai teknologi yang dialihkan. Sementara bagi negara pengalih; teknologi yang paling canggih sekalipun tidak dapat lagi dijadikan milik sendiri negara maju tersebut. Kepentingan lain dari negara pengalih berkaitan perluasan pasar hasil teknologi yang dikuasainya. Dalam kaitan ini perlu disadari bahwa laju pertumbuhanteknologi selain dipengaruhi oleh besarnya dana yang disediakan untuk kegiatan R & D, juga dipengaruhi oleh jumlah sarjana yang bekerja di lingkungan R & D dan industri. Sedangkan hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dalam proses alih teknologi, adalah:
a) kerjasama yang serasi antara pengalih dan penerima teknologi, yang dilandasi oleh semangat saling menguntungkan.
b) persiapan-persiapan secara matang guna mengatasi kendala-kendala yang terjadi di pihak pengalih dan penerima.
c) kedua belah pihak harus bersikap bersahabat.
Secara umum, perangsang paling besar bagi pemilik teknologi untuk mengalihkan ke negara penerima, adalah:
a) Terbukanya peluang untuk perluasan pasar, peningkatan volume penjualan, dan meningkatnya dana bagi penelitian dan pengembangan untuk memajukan teknolo gi lebih lanjut; antara lain dengan program kerjasama penelitian dan pengemba ngan antara pihak pengalih dan penerima.
b) Balas jasa langsung dan tidak langsung yang disebut uang jasa lisensi dan royalty sebagai kompensasi pengorbanan waktu, tenaga, keakhlian, dan sumber daya langka lainnya.
c) Teknologi dimanfaatkan dengan tujuan dan cara-cara yang sebaik-baiknya.
d) Hak milik intelektual yang terkandung dalam teknologi tersebut mendapatkan perlindungan.
e) Pengalih teknologi mengharapkan bahwa pengalihan teknologinya tidak akanberakibat kehilangan pekerjaan. Untuk itu diperlukan pembagian kerja antarapengalih dan penerima teknologi.
f) Adanya pembagian pasar.
g) Adanya keyakinan antara pihak pengalih dan penerima teknologi akan terjalin hubungan kerja sama jangka panjang yang saling menguntungkan.
Untuk mengatasi embargo teknologi dan mendorong proses alih teknologi ke Indonesia, Pemerintah telah dan akan terus melaksanakan perjanjian bilateral bidan Iptek dengan negara-negara maju di bidang industri. Bentuk alih teknologi yang dapat dipilih adalah melalui:
a) Usaha patungan (joint venture)
b) Perjanjian lisensi (licenceagreement)
c) Asistensi teknik (technial assistance)
d) Pendidikan dan latihan
e) Pendirian lembaga-lembaga penelitian.
Strategi transformasi industri dan teknologi dilaksanakan melalui 8 (delapan) wahana transformasi teknologi dalam industri di Indonesia, yaitu:
a) Industri penerbangan
b) Industri maritim dan perkapalan
c) Industri alat transportasi darat
d) Industri telekomunikasi dan elektronika
e) Industri alat pembangkit energi
f) Industri perekayasaan
g) Industri alat dan mesin pertanian
h) Industri pertahanan
Dengan berkembangnya kedelapan industri tersebut akan mendorong tumbuhnya industri. Industri baru pula, antara lain industri bangunan, jasa, dan lain-lain. Prinsip dasar dalam transformasi industri dan teknologi serta aplikasi Iptek untuk pembangunan bangsa dapat dikelompokkan atas 5 (lima) bagian:
a) Pendidikan dan latihan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi baik di dalam maupun di luar negeri
b) Konsep harus jelas, realistik, serta mampu menyelesaikan permasalahan nyata di dalam negeri dan dilaksanakan secara konsisten.
c) Teknologi hanya dapat dialihkan, diterapkan, dan dikembangkan lebih lanjut dengan menerapkannya pada pemecahan masalah nyata.
d) Bertekad dan berusaha memecahkan masalah sendiri serta mengembangkan sendiri teknologinya.
e) Perlu adanya proteksi pada tahap awal pengembangan teknologi, sampai mampu bersaing secara internasional.
Untuk menjadikan bangsa kita menjadi suatu bangsa yang maju secara teknologi dan industri; harus dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan trasformasi, yaitu:
a) Tahap pertama (tahap dasar), pengalihan teknologi melalui produksi lisensi, yaitu tahap pemanfaatan teknologi produksi dan manajemen yang telah tersedia dalam produksi barang-barang yang telah ada di pasaran.
b) Tahap kedua yaitu integrasi teknologi-teknologi yang telah ada ke dalam desain dan produksi barang-barang yang baru sama sekali (belum ada di pasaran)
c) Tahap ketiga merupakan pengembangan teknologi-teknologi itu sendiri; di mana teknologi yang telah ada dikembangkan lebih lanjut.
d) Tahap keempat merupakan tahap pelaksanaan penelitian dasar secara besar-besar - an guna mendukung pelaksanaan tahap ketiga dan untuk mempertahankan keung gulan teknologi yang telah dicapai.
Untuk menunjang tahapan-tahapan tersebut sangat diperlukan adanya balai besar penelitian dan pengembangan industri dan laboratorium-laboratorium. Balai besar penelitian dan pengembangan industri pada dasarnya lebih banyak membantu industri dalam pelaksanaan tahap pertama dan dalam beberapa hal pada tahap kedua. Laboratorium-laboratorium khususnya diarahkan untuk menuju industri memasuki tahap kedua dan ketiga dan secara terbatas melaksanakan tahap keempat.
Di samping sarana dan prasarana fisik tersebut, perlu pula dipersiapkan sarana dan prasarana perangkat lunak yang memungkinkan berjalannya secara lancar proses transformasi industri dan teknologi tersebut. perangkat lunak tersebut mencakup perangkat perundang-undangan dan kelembagaan, yang meliputi:
a) Dewan Riset Nasional (DRN 1984)
b) Dewan Standarisasi Nasional (DSN 1984)
c) Undang-undang Hak Cipta tahun 1982 disempurnakan dengan Undang-undang Hak Cipta tahun 1987
d) Undang-undang paten tahun 1989
e) Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI 1990)
Penegakan dan Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual Mendorong Akselerasi Pembangunan dan Etos Kerja Produktif.
Secara mikro penegakkan hak atas kekayaan intelektual mendorong motivasi bagi semua pihak sesuai dengan bidang tugas dan profesinya masing-masing untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang kreatif dan inovatif. Penghargaan yang sesuai berdasarkan dasar-dasar keadilan dari segi hukum dan sosio-ekonomik menjadi kekuatan penarik untuk menekuni bidang tugas dan profesinya secara maksimal. Dengan penegakan hak atas kekayaan intelektual, memberi kemungkinan bagi terpenuhinya hierarkhi kebutuhan secara cukup, adil dan konsisten. Bila masing-masing individu telah terbawa pada sikap hidup dan pola hubungan seperti ini, maka sesungguhnya telah terjadi penjalaran etos kerja produktif pada tingkat perusahaan, industri, dan masyarakat.
Pada tingkatan makro penjalaran yang dimaksud, pada gilirannya mampu menciptakan produktivitas kerja yang tinggi pada tingkat nasional yang akan mampu mendorong laju percepatan pembangunan nasional. Sebaliknya kegiatan pembajakan, penjiplakan, dan sejenisnya bukan saja menjadi upaya yang bersifat kontra produktif dan sportif, tetapi juga memperlemah budaya kreatif dan inovatif.
Dalam keadaan dimana sebagian besar anggota masyarakat terjangkit budaya kontra produktif dan tidak sportif, pada hakekatnya merupakan sisi gelap bagi sejarah pembangunan nasional. Bertitik tolak dari logika berfikir tersebut, mudah dipahami bila ternyata penegakan dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual menjadi substansi yang sangat strategik dalam proses pembangunan nasional dan eksistensi suatu bangsa dan negara manapun.
Berbagai hal yang berkaitan dengan upaya penegakan dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual.
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual; antara lain dapat dijelaskan pada bagian berikut:
1. UU Paten. Paten merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada seseorang atas hasil penemuannya. Penemuan tersebut merupakan kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, yang dapat berupa proses atau hasil produksi, atau penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi. Penemuan tersebut harus betul-betul baru (novelty), mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Pemberian hak khusus tersebut dimaksudkan agar penemu atau pihak tertentu dapat membuktikan adanya pelanggaran atas suatu produk yang telah dipatenkan.
Dengan demikian sistem paten memberikan dorongan untuk penemuan-penemuan lebih lanjut dan pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat itu sendiri. Penemu atau pemilik paten adalah bahagian dari masyarakat dan telah memberi keuntungan kepada masyarakat banyak; maka mereka patut mendapat penghargaan dari masyarakat yang menikmati hasil penemuannya. Dampak penemuan baru di suatu bidang terhadap aspek-aspek sosio ekonomik dalam masyarakat, antara lain adalah:
a) Mendorong di dalam penanaman modal
b) Penduduk dan kesejahteraan
c) Pengalihan teknologi
d) Pemacuan penciptaan teknologi baru
e) Terciptanya lapangan kerja baru di bidang-bidang yang terkait dengan penemuan baru
f) Peningkatan tenaga kerja trampil
g) Peningkatan kualitas produk
h) "licensee" menghemat biaya litbang

2. Di bidang Industrial design meskipun undang-undangnya telah ada, akan tetapi peraturan pelaksanaannya belum ada. Hal ini merupakan salah satu permasalahan yang patut diselesaikan dalam waktu dekat menghadapi era baru perdagangan bebas. Karena justru industrial design sangat penting peranaannnya dalam per tumbuhan industri nasional
3. Trade Mark (Merek Dagang). Undang-undang ini memberi kemungkinan bagi Indonesia untuk mempergunakan merek-merek luar negeri yang belum terdaftar di Indonesia. Untuk dapat mengantisipasi setiap perubahan munculnya merekmerek baru, maka undang-undang ini harus cukup fleksibel dan tetap menjamin keadilan dalam pelaksanaannya.
4. Copy Right dalam undang-undang hak cipta kita mencakup pula program komputer. Kegiatan kejahatan dalam hal pelanggaran terhadap undang-undang hak cipta merupakan delik biasa, jadi tidak perlu ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Perlindungan tidak hanya untuk warga negara Indonesia saja, akan tetapi bersifat universal dengan ketentuan:
a) Didaftar di Indonesia
b) Ada perjanjian bilateral dengan negara tersebut
c) Negara tersebut dan Indonesia bersama-sama menjadi anggota suatu konvensi Internasional.
Kesadaran bahwa upaya penegakan dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual merupakan subtansi yang bersifat strategik dalam proses pembangunan nasional, mendorong upaya-upaya yang bersifat komprehensif dan integratif baik dalam segi muatan materi maupun mekanisme pengelolaannya. Sifat komprehensif mensyaratkan pemahaman segi hukum yang menyangkut aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan nasional. Sedangkan sifat integratif mensyaratkan pelibatan semua aspek dan pihak yang terkait untuk dapat melaksanakan upaya penegakan dan perlindungan secara sinergik sehingga terwujud hasil penegakan dan perlindungan secara efektif, efisien, berkelanjutan, dan konsisten. Dalam penyiapan muatan materi maupun mekanisme pengelolaan membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Karena proses penyiapan sumber daya manusia memerlukan waktu yang ukup lama, maka diperlukan persiapan secara dini berdasarkan perencanaan yang matang. Penyiapan sumber daya manusia tersebut, meliputi:
a) Sumber daya manusia yang mengawaki kelembagaan dan melaksanakan fungsi s . fungsi pemantauan dan penegakkan hak atas kekayaan intelektual.
b) Sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi penelitian dan perumusan terhadap semua perangkat pengatur terhadap hak atas kekayaan intelektual, yang dengan sendirinya mereka dengan latar belakang profesi sesuai dengan hak atas kekayaan intelektual yang ditanganinya.
c) Sumber daya manusia yang mampu melaksanakan upaya penerapan, pengembangan, dan penguasaan teknologi; agar kita siap menghadapi arus globalisasi mendatang. Sebab penataan secara ketat terhadap hak atas kekayaan intelektual yang tidak dibarengi dengan kesiapan sumber daya manusia yang dimaksud, sesungguhnya telah menempatkan diri kita sendiri pada posisi yang kurang menguntungkan, bahkan bisa terjepit oleh tekanan kemajuan Iptek itu sendiri.
Dalam segi muatan materi penegakan dan perlindungan hak atas kekayaan intelekual, maka tingkat kecukupan, keadilan, dan konsistensi dalam aspek hukum dan sosio ekonomik merupakan salah satu jaminan penting bagi efektivitas upaya penegakan dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual. Tingkat kecukupan diperlukan untuk mendorong pelaku inovasi dan kreasi agar mau menyadari, memahami, dan menuntut hak atas kekayaan intelektual yang dimilikinya. Sedangkan tingkat keadilan dan konsistensi diperlukan bagi semua pihak untuk dapat memberikan penghargaan dan perlakuan secara proporsional terhadap kepemilikan hak atas kekayaan intelektual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya penegakan dan perlindungan ini menyangkut aspek muatan materi, kelembagaan, dan sarana serta prasarana pendukungnya. Penyiapan ketiga aspek itu harus dilaksanakan secara simultan dan semaksimal mungkin dapat dicapai kondisi minimal yang dipersyaratkan bagi efektifitas penegakan dan perlindungan yang dimaksud. Kesesuaian dalam menentukan skala prioritas bagi ketiga aspek ini menjadi semakin penting artinya dalam era globalisasi.
Khusus pada aspek muatan materi, disamping sifat komprehensif dan integratif; diperlukan pula fleksibelitas dalam mengikuti perkembangan hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara, serta perkembangan Iptek yang terus melaju dengan kecepatan yang semakin meningkat. Saya berpendapat bahwa materi pengaturan pada tingkat yang tinggi dimana kemungkinan perubahannya memerlukan proses yang panjang dan lama seyogyanya dibuat sefleksibel mungkin dan adaptif terhadap kemungkinan perkembangan di masa mendatang. Sedangkan materi pengaturan yang bersifat operasional dan mudah direvisi sebaiknya tidak memberi peluang untuk memberikan interpretasi yang kurang menguntungkan, namun harus pula dilakukan revisi secara konsisten dan berkelanjutan.
Pengertian
Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) merupakan hak eksklusif yang diberikan sebagai hasil dari kegiatan intelektual manusia. Hak itu dapat dinikmati secara ekonomis tanpa gangguan pihak lain. HaKI dapat menjadi aset bukan hanya bagi individu penciptanya, namun juga bagi negara. Namun, di Indonesia, HaKI masih belum bisa diaplikasikan secara baik karena terkendala berbagai faktor seperti budaya, ekonomi dan hukum.

Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
HAKI atau juga disebut hak kekayaan intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual' mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.
Prinsipnya HAKI merupakan suatu hak kekayaan yang berada dalam ruang lingkup kehidupan manusia di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra, sehingga pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya dan tentu harus berwujud. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi secara hukum dari ide, gagasan dan informasi yang mempunyai nilai komersial atau nilai ekonomi yang telah dihasilkan oleh seseorang maupun kelompok tersebut.
Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
a) Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;
b) Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik;
c) Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.
Kekayaan intelektual (Intelectual property) meliputi dua hal, yaitu :
1. Industrial property right (hak kekayaan industri), berkaitan dengan invensi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industri, terdiri dari :
a) paten
b) merek
c) desain industri
d) rahasia dagang
e) desain tata letak terpadu

2. Copyright (hak cipta), memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan ilmu pengetahuan seperti film, lukisan, novel, program komputer, tarian, lagu, dsb.

Dasar Hukum
• Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
• Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
• Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
• Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
• Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
• Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
• Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
• Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty



Ruang lingkup HAKI :
a) Hak Cipta
b) Paten
c) Merek
Desain Industri
d) Rahasia Dagang


A. Hak Cipta
Adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatuciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Dikatakan hak khusus atau sering juga disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta dan tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta.
Hak khusus meliputi :
a) hak untuk mengumumkan;
b) hak untuk memperbanyak.
• UU yang mengatur Hak Cipta :
• UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
• UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
• UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
• UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

B. Paten
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (UU 14 tahun 2001, pasal 1, ayat 1).

Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
a) Proses;
b) Hasil produksi;
c) Penyempurnaan dan pengembangan proses;
d) Penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Pengaturan Paten diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 atau Undang-Undang Paten (UUP) saja.


Pemberian Paten
Penemuan diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses pengajuan permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia di Jakarta).


Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
a) Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
b) Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
c) Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.


C. Merk Dagang (Trademark)
Tanda yang berupa gambar, nama,kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yangmemiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
Pengaturan Merek diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 atau dapat juga disingkat Undang-Undang Merek (UUM).

Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 Undang-Undang Merek yaitu :
a) Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b) Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c) Tanda yang telah menjadi milik umum.
d) Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.


Pengertian Menurut Undang-Undang
a) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 ayat 1)
b) Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjuk keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra (Pasal 1 ayat 3).

Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi:
i. Paten
Merek
Desain Industri
ii. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
iii. Rahasia Dagang
iv. Perlindungan Varietas Tanaman

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten:
 Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 ayat 1).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek :
 Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1)
 Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. (Pasal 3)

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) terbagi atas 2 (dua) bagian, antara lain :
1. Hak Cipta (copyright)
2. Hak Kekayaan Industri (industrial property right), yangmana terdiri atas :
a) Paten (patent)
b) Desain industri (industrial design)
c) Merek (trademark)
d) Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
e) Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of intergrated circuit)
f) Rahasia dagang (trade secret)
g) Indikasi geografis (geographic indication).

Teori Hak Kekayaan Intelektual
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.
Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
a) Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda
b) Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
c) Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
d) 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
e) Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
f) Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
g) 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
h) Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
i) Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
j) 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun 1961.
k) Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
l) Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
m) Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
n) Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
o) Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
Ruang Lingkup HKI
Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hak Cipta (Copyrights)
2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup :
a) Paten (Patent)
b) Desain Industri (Industrial Design)
c) Merek (Trademark)
d) Penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition)
e) Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit)
f) Rahasia dagang (Trade secret)
g) Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
Sifat Hukum HKI
Hukum yang mengatur HKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.

Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Persyaratan Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
a) Warganegara Indonesia
b) Bertempat tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
c) Berijazah Sarjana S1
d) Menguasai Bahasa Inggris
e) Tidak berstatus sebagai pegawai negeri
f) Lulus pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Kebijakan mengenai Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Kebijakan Hak Kekayaan Intelektual (“Kebijakan”), “Anda” memiliki pengertian individu yang menggunakan layanan Yahoo! dan “kami” dan “kita” berarti Yahoo!, yang memiliki pengertian sebagaimana terdapat dalam Ketentuan Layanan yang mengatur kebijakan ini. Kami menghargai hak kekayaan intelektual pihak lain, dan kami minta para pengguna kami juga melakukan hal yang sama. Ketahuilah bahwa informasi yang terdapat pada situs web dapat dilihat oleh siapa pun, namun tidak selalu dapat diakses, di-download, dicetak, disalin, dan/atau digunakan.
Kebijakan ini menguraikan kebijakan kami pada hal-hal yang menyangkut hak kekayaan intelektual, seperti tuduhan atas pelanggaran materi yang bermasalah pada properti kami dan tindakan melawan pelaku yang berulang kali melakukan pelanggaran.
Harap diperhatikan bahwa kami tidak mempunyai kendali, kekuatan atau kekuasaan terhadap setiap pengguna yang bukan pengguna Yahoo! Yang terdaftar pada properti Yahoo! Diluar pengawasan kami, misalnya terdaftar pada yahoo.com dan yahoo.co.uk.
Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta Singapura
1. Untuk pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta Singapura, setelah menerima pemberitahuan yang telah memenuhi syarat atas pelanggaran kami akan:
a) dengan segera mengambil langkah-langkah yang wajar untuk mencabut atau menghentikan akses ke salinan elektronik yang menurut dugaan melanggar tersebut; dan
b) setelah mencabut atau menghentikan akses ke salinan elektronik yang menurut dugaan melanggar tersebut, segera mengambil langkah-langkah yang wajar untuk memberitahu orang yang telah menyediakan salinan elektronik tersebut (“Pemilik Materi”)
2. Jika Pemilik Materi menyerahkan bantahan atas pemberitahuan yang sesuai dengan persyaratan-persyaratan pada Undang-Undang Hak Cipta Singapura dan Peraturan Hak Cipta (Penyedia Layanan Jaringan) (“Bantahan atas Pemberitahuan Yang Memenuhi Syarat’), dan Bantahan atas Pemberitahuan Yang Memenuhi Syarat– ini diberikan kepada kami dalam waktu 6 minggu sejak tanggal kami memberitahu Pemilik Materi atas pencabutan atau penghentian akses terhadap salinan elektronik yang menurut dugaan melanggar tersebut (“Tanggal Pemberitahuan”):
a) kami akan dengan segera mengambil langkah-langkah yang wajar untuk memulihkan, atau untuk memulihkan akses ke, salinan elektronik yang menurut dugaan melanggar tersebut, jika secara teknis dan praktis hal itu layak dilakukan; dan
b) jika, sebelum kami menyelesaikan langkah yang diperlukan untuk memulihkan, atau untuk memulihkan akses ke, salinan elektronik yang menurut dugaan melanggar tersebut (jika secara teknis dan praktis hal itu layak dilakukan), pemilik hak cipta tersebut atau pelaku tindakan tersebut (bila keadaan tersebut terjadi) memulai proses untuk mencegah pemulihan, atau pemulihan akses ke, salinan elektronik yang menurut dugaan melanggar tersebut, dan kami sudah diberitahu mengenai proses tersebut, kami akan menghentikan langkah-langkah untuk memulihkan, atau memulihkan akses ke salinan elektronik yang menurut dugaan melanggar tersebut.

3. Jika Pemilik Materi tidak menyerahkan Bantahan tas Pemberitahuan Yang Memenuhi Syarat dalam jangka waktu 6 minggu sejak Tanggal Pemberitahuan, kami tidak akan mengambil tindakan lebih lanjut dan kami menganggap kasus tersebut ditutup.
Jenis pelanggaran lain
1. Untuk pelanggaran jenis lainnya (yaitu yang bukan merupakan Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta Singapura), Pemberitahuan Pelanggaran tersebut harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia sebagai berikut (yang mana berlaku):
A. jika dibuat diluar Indonesia, sebuah surat pengakuan (affidavit) atau pernyataan legal atau, jika dibuat di Indonesia, suatu pernyataan dalam bentuk akta notaris (yang sepenuhnya sesuai dengan hukum yang berlaku di tempat pengakuan atau pernyataan atau pernyataan dalam bentuk akta notaris tersebut dibuat) yang memuat atau menyatakan hal-hal berikut:
I. pernyataan bahwa semua hal yang dicantumkan dalam Pemberitahuan Pelanggaran adalah benar dan akurat, dan dalam hal ini, suatu salinan Pemberitahuan Pelanggaran yang lengkap dan ditandatangani harus dilampirkan dan disebutkan di dalam pengakuan atau pernyataan legal atau pernyataan dalam bentuk akta notaris tersebut; dan
II. pernyataan bahwa Pemberitahuan Pelanggaran tersebut dikirimkan kepada kami dengan itikad baik dan untuk tujuan menegakkan hukum atas hak kekayaan intelektual tersebut; dan
B. Standar ganti rugi yang telah diisi lengkap dan ditandatangani (PDF tersedia di sini).

2. Setelah kami menerima Pemberitahuan Pelanggaran tersebut beserta pengakuan atau pernyataan legal atau pernyataan dalam bentuk akta notaris dan standar ganti rugi tersebut sebagaimana disyaratkan oleh Kebijakan ini, kami akan memproses untuk mencabut atau menghentikan akses ke pelanggaran materi yang menurut dugaan melanggar tersebut.
3. Jika kami tidak menerima baik pengakuan atau pernyataan legal atau pernyataan dalam bentuk akta notaris atau keduanya dan standar ganti rugi sebagaimana diharuskan menurut Kebijakan ini, atau kami menerima keduanya namun kami memutuskan (atas pertimbangan kami sendiri) bahwa salah satu atau keduanya tidak memenuhi persyaratan-persyaratan Kebijakan ini, termasuk akan tetapi tidak terbatas pada, karena salah satu atau keduanya tidak dibuat dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia (yang mana berlaku), kami berhak untuk tidak melakukan tindakan apapun, sebagaimana kami anggap pantas berdasarkan pertimbangan kami sendiri. Jika kami memutuskan untuk tidak melakukan tindakan apapun, kami akan menganggap bahwa kasus ini akan ditutup (kecuali apabila dipersyaratkan sebaliknya untuk memenuhi ketentuan penetapan pengadilan yang berwenang).
Catatan Penting untuk Badan-Badan Hukum
Dalam hal terdapat dokumen apapun yang ditandatangani untuk dan atas nama suatu badan hukum atau badan usaha, termasuk suatu perseroan terbatas, kami mensyaratkan bahwa dokumen tersebut harus telah ditandatangani secara sah oleh pemimpin atau pimpinan yang berwenang daripada badan tersebut . Kami berhak untuk meminta dokumen-dokumen perusahaan yang diperlukan (termasuk, tetapi tidak terbatas pada, anggaran dasar Anda, keputusan pemimpinan atau surat kuasa) untuk menentukan identitas dan/atau kewenangan Anda, dan Anda mengakui dan menyetujui bahwa kegagalan Anda untuk menyediakan dokumen-dokumen tersebut secara tepat waktu dapat mengakibatkan kami menolak untuk mengambil tindakan guna menanggapi pemberitahuan Anda.
Informasi bagi pengguna
Pengguna yang telah memasang atau menyediakan Materi (sebagaimana didefinisikan dalam Ketentuan Layanan) pada atau melalui properti atau layanan kami, harus mengetahui hal-hal yang dijelaskan di atas yang tercantum dengan judul “Informasi untuk pemilik hak kekayaan intelektual”.
Khususnya, jika kami telah mencabut atau menghentikan akses ke materi sesuai dengan pemberitahuan atas dugaan pelanggaran atas Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta Singapura, kami akan terlebih dahulu mengirimkan pemberitahuan singkat kepada pengguna untuk memberitahukannya atas pencabutan tersebut dan informasi lainnya (termasuk tetapi tidak terbatas pada hak cara bagiaman mengirimkan Bantahan atas Pemberitahuan Yang Memenuhi Syarat) yang mungkin berguna bagi pengguna.
Kami dapat juga, sesuai dengan Ketentuan Layanan (termasuk Kebijakan ini) dan dalam keadaan yang tepat dan atas kebijakan kami sendiri menghentikan dan/atau memutuskan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu akun pengguna yang melanggar hak kekayaan intelektual (termasuk akan tetapi tidak terbatas pada hak cipta dan merk dagang) pihak lain.
Khususnya, kami akan Akun-Akun Layanan pengguna yang telah kami tentukan sebagai pelaku pelanggaran berulang. “Akun Layanan” pengguna adalah akun pengguna yang berhubungan dengan suatu layanan atau kekayaan tertentu yang dikelola atau sediakan oleh kami. Misalnya, dimana kami telah menentukan bahwa seorang pengguna telah melanggar hak kekayaan intelektual pihak ketiga dalam penggunaannya atas layanan Yahoo! Mail untuk Indonesia, Akun Layanan yang dapat dihapus adalah akunnya untuk layanan Yahoo! Mail untuk Indonesia, tetapi bukan Akun-Akun Layanannya yang lain (e.g. Yahoo! Messenger).
Dalam menentukan apakah seorang pengguna merupakan pelaku pelanggaran yang berulang, secara umum, kami akan menggunakan prosedur sebagai berikut (sebagaimana dapat diterapkan atau diubah dari waktu ke waktu berdasarkan pada kebijakan kami sendiri):
1. Jika kami mencabut atau menghentikan akses ke suatu Materi (baik yang berdasarkan pemberitahuan pelanggaran yang memenuhi syarat yang dikirimkan kepada kami atau yang lainnya) yang dipasang atau disediakan oleh pengguna kami, kami akan mengirimkan pemberitahuan kepada pengguna tersebut;
2. Pengguna tersebut memiliki masa tenggang 6 minggu (terhitung sejak cap tanggal pemberitahuan kami dalam paragraf 1) untuk mencari dan mencabut semua pelanggaran materi dan link yang ia pasang atau sediakan dengan menggunakan atau melalui Akun Layanannya;
3. Jika selanjutnya kami menerima laporan pelanggaran kedua oleh pengguna tersebut, yang menyebabkan kami mencabut atau menghentikan akses ke Materi lain yang dipasang atau disediakan oleh pengguna tersebut dibawah Akun Layanan ayng sama, dan kami tidak menerima Bantahan Pemberitahuan Yang Memenuhi Syarat dari pengguna dalam waktu 6 minggu sejak pemberitahuan kami pada pengguna sehubungan dengan laporan pelanggaran kedua, kami akan melakukan pemutusan pada Akun Layanan pengguna tersebut (baik dengan atau tanpa pemberitahuan lebih lanjut kepadanya) setelah jangka waktu 6 minggu tersebut. Akan tetapi, suatu laporan pelanggaran yang diterima dalam tenggat waktu yang disebutkan dalam paragraf 2 diatas tidak akan dianggap sebagai laporan pelanggaran kedua untuk keperluan paragraf ini; dan
4. Dalam hal dimana kami menerima Bantahan Pemberitahuan Yang Memenuhi Syarat dari pengguna dalam tenggat waktu 6 minggu sebagaimana disebutkan di paragraf 2 diatas, kami akan mengabaikkan pemberitahuan pelanggaran yang memenuhi syarat yang mengakibatkan pencabutan atau pemutusan akses ke Materi dalam paragraf 1untuk keperluan menentukan apakah pengguna merupakan pelaku pelanggaran berulang berdasarkan Kebijakan ini.
Hak Merek
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Subyek Hak Merek
Subyek hak merek adalah pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau membuat izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum. Pemilik merek dapat terdiri satu orang atau bersama-sama, atau badan hukum.

Fungsi Merek
a) Tanda pengenal
b) Sebagai pembeda
c) Alat promosi
d) Jaminan mutu barang
e) Menunjukkan asal barang/jasa
Jenis-Jenis Merek
a. Merek dagang
Adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.
b. Merek jasa
Adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
c. Merek kolektif
Adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau hal sejenis lainnya.
Penggunaan merek kolektif harus memenuhi persyaratan, antara lain :
a) Sifat, ciri umum atau mutu barang/jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan.
b) Pengaturan bagi pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan yang efektif atas penggunaan merek tersebut.
c) Sanksi atas pelanggaran peraturan penggunaan merek kolektif.

Pendaftaran Merek
Pendaftaran merek adalah untuk memberikan status bahwa pendaftar dianggap sebagai pemakai pertama sampai ada orang lain yang membuktikan sebaliknya.
Ada 2 sistem dalam pendaftaran merek, yaitu
1. Sistem deklaratif
Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama. Siapa pemakai pertama suatu merek dialah yang dianggap berhak menurut hukum atas merek bersangkutan.
2. Sistem konstitutif
Dalam sistem konstitutif, hak akan timbul apabila telah didaftarkan oleh si pemegang. Karena itu, dalam sistem ini pendaftaran merupakan suatu keharusan.
Merek yang Tidak Dapat Didaftar
a) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
b) Tidak memiliki daya pembeda.
c) Telah menjadi milik umum.
d) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohon pendaftarannya.
Jangka Waktu
Jangka waktu perlindungan hukum merek diberikan selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Permohonan perpanjangan diajukan secara tertulis kepada Dirjen HKI dalam jangka waktu 12 bulan sebelum berakhirnya perlindungan hukum bagi merek (tahun ke-9).
Peralihan Merek
Merek dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain melalui:
a) Pewarisan
b) Wasiat
c) Hibah
d) Perjanjian
e) Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pembubaran badan hukum pemilik merek
Strategi Merek (Brand Strategies)
Produsen, distributor, atau pedagang pengecer dapat melakukan strategi merek sebagai berikut :
1. Individual Branding / Merek Individu
Individual Branding adalah memberi merek berbeda pada produk baru untuk membidik segmen pasar yang berbeda dan target yang berbeda, meskipun masih dalam satu produk.
2. Family Branding / Merek Keluarga
Family Branding adalah memberi merek yang sama pada beberapa produk dengan alasan mendompleng merek yang sudah ada dan dikenal masyarakat.
SUMBER:
a) http://www.tanyahukum.com/paten-merek-dan-hak-cipta/215/hak-kekayaan-intelektual/
b) http://www.membuatblog.web.id/2010/09/hak-kekayaan-intelektual.html
c) http://id.shvoong.com/society-and-news/news-items/2064377-seputar-hak-kekayaan-intelektual-haki/
d) http://info.yahoo.com/legal/id/yahoo/iprp/
e) http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual